Formulir Kontak

 

Tak selamanya membaca itu membosankan



Pada awalnya, membaca menurut saya adalah kegiatan yang paling membosankan. Mungkin hanya 5 menit keasikan dari melakukan kegiatan tersebut. Setelahnya, hanya terdapat kebosanan yang menemani. Terkadang saya bingung, bagaimana bisa orang-orang dapat menikmati kegiatan yang hanya melelahkan mata. Bagaimana bisa mereka menjadikan kegiatan semacam itu sebagai hobi mereka? Sejujurnya, saya adalah orang yang paling tidak suka dengan yang namanya membaca buku. Saya lebih suka menggambar dibandingkan melakukan kegiatan tersebut. Pada komik pun demikian, saya lebih suka membolak-balik melihat gambarnya ketimbang harus menghabiskan membacanya. Membaca buku cerita aja saya tidak suka, apalagi harus membaca buku pelajaran (contoh yg tidak baik).

Terkadang saya merasa bingung dengan sahabat-sahabat saya yang begitu menyukai dengan kegiatan membaca buku ini. Apa asiknya, berjam-jam hanya diam dan memainkan mata ke samping-atas-bawah? Yaa mungkin karena itu udah hobinya, jadi dia menyukai melakukan kegiatan seperti itu. Saya memiliki seorang sahabat yang bisa dibilang dia sangat mencintai kegiatan membaca buku ini. Sampe-sampe dia bisa menyebutkan buku-buku yang bagus, judul-judul buku, pengarang buku yang terkenal, dsb. Ga ngerti, kenapa bisa hapal kaya gitu.

Seiring waktu berjalan, saya mulai penasaran dengan kegiatan ini. Kegiatan yang benar-benar terbalik dengan pribadi saya. Saya mulai bertanya-tanya, apa sih keuntungannya? Apa sih seninya? Apa sih keasikannya? Yaa mungkin jawabannya udah diberi tahu sejak kita mulai menginjak pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK). Kita bisa berwawasan, menambah ilmu, punya vocab yang banyak, dsb. Mengingat jawaban itu, penasaran saya akan kegiatan ini semakin menjadi-jadi. Ditambah dorongan seorang sahabat agar saya mulai membiasakan diri untuk membaca.
Akhirnya, saya memutuskan untuk mulai mencoba masuk ke dunia ini. Dunia yang merupakan kebalikan dari pribadi saya. Sempat terlintas, mungkin hanya satu lembar saya bisa bertahan hingga akhirnya takkan mau lagi ke dunia ini. Namun, rasa penasaran perlahan menenggelamkan pikiran-pikiran seperti itu. Dan saya membuat strategi, memulai dengan novel yang tidak terlalu berat, tidak terlalu tebal, dan tidak membosankan.
Saya mengajak sahabat saya tadi untuk mengantarkan meminjam buku, dengan maksud untuk memilihkan novel apa yang sesuai dengan criteria saya. Pada awalnya saya mencari novel yang berkelanjutan, agar saya lebih tertarik untuk membacanya dan bisa dibaca dalam jangka panjang. Semua referensi sahabat saya ternyata tidak ada yang menarik minat saya untuk membacanya. Akhirnya kami kembali memilih sambil berharap dapat menemukannya. Sempat saya menanyakan pendapat sahabat saya tentang dua novel yang menarik perhatian saya. Dia memilih sesuai dengan pilihan saya. Dan akhirnya saya memilih novel tersebut. Namun, setelah lihat-lihat lagi ternyata saya tertarik dengan sebuah novel yang berjudul “The Street Lawyer” karangan John Grisham. Saya letakkan pilihan pertama, dan kemudian mengambil novel pilihan ketiga itu.


Novel yang berjudul “The Street Lawyer” karangan John Grisham ini terdiri dari 480 halaman dan 39 bab.
 Novel ini menceritakan tentang kisah pengacara muda berusia 32 tahun bernama “Michael Brock” yang memutuskan resign dari biro hukum yang bernama Drake & Sweeney  dengan penghasilan yang sangat tinggi. Brock juga sedang mengalami proses perceraian dengan isterinya bernama Claire. Brock memilih pindah ke klinik hukum bernama 14th Street Legal Clinic untuk menjadi pengacara jalanan bagi para tunawisma. Brock bersama salah satu dari tiga pengacara jalanan di klinik hokum tersebut bernama Mordecai menggugat biro hokum bekas kantor Brock. Mereka menggugat Drake & Sweeney atas penggusuran yang dilakukannya dan menyebabkan 18 tunawisma dan beberapa orang anak harus hengkang dari tempat tinggal mereka. Singkat cerita, terdapat dua tunawisma dan empat orang anak yang harus meninggal dunia karna disebabkan oleh penggusuran tersebut. Satu laki-laki bernama “DeVon hardy” melakukan penyanderaan di kantor Drake & Sweeney untuk menuntut haknya atas penggusuran tersebut. Pada peristiwa itu, salah satu sanderanya adalah Brock. DeVon Hardy meninggal karna tertembak di kepala pada saat proses penyanderaan tersebut. Seorang ibu bernama Lontae Burton  bersama empat orang anaknya hidup di sebuah mobil akibat dari penggusuran tersebut. Lontae dan keempat orang anaknya meninggal saat sedang tidur di mobil dengan kondisi mesin penyala karena untuk menyalakan mesin penghangat mobil. Mereka meninggal karena menghirup karbondioksida di dalam mobilnya. Brock dan Mordecai berusaha memenangkan gugatan mereka atas hak para korban penggusuran. Namun, pihak tergugat yakni biro hokum Drake & Sweeney juga melancarkan litigasi atas berkas perusahaan yang dicuri oleh Brock. Berkas tersebut merupakan bukti pelanggaran hokum pada proses penggusuran yang dilakukan mantan kantornya itu. Singkat cerita, pengacara jalanan yakni Brock dan Mordecai serta dua orang temannya akhirnya dapat mengalahkan para pengacara besar dalam pengadilan. Biro hokum Drake & Sweeney akhirnya menjalin bekerja sama dengan 14th Street Legal Clinic dengan mengirim beberapa ratus sukarelawan untuk menjadi pengacara bagi para tunawisma dan rakyat bawah untuk membela haknya.
Pada awalnya saya sangat sulit untuk bertahan dalam membaca dalam novel ini. Maklum saja, ketika orang disuruh untuk melakukan kegiatan yang merupakan kebalikan dari pribadinya itu tidak akan mudah. Namun, saya mencoba untuk terus bertahan dengan menggunakan strategi sekali membaca dalam waktu 1 jam saya dapat membaca sekitar 50 halaman. Cara membaca saya masih putus-nyambung putus-nyambung kaya lagunya BBB (Bukan Bintang Biasa). Seringkali untuk melanjutkan membaca, saya harus mengulang satu paragraph terlebih dahulu agar dapat mengingat yang telah saya baca. Saya juga bisa bertahan karena saya membaca sebuah tweet yang menurut saya seperti sedang menyindir saya. “Tweet : (intinya) kenapa kita harus membaca? Jawabannya Cuma “ayat pertama Qur’an kan bunyinya ‘Iqra’ (artinya: bacalah)”. Dari tweet itu, saya akhirnya bertahan dan mulai kembali membaca untuk menghabiskan bacaan pertama saya.

  
Sudah sampai di pertengahan cerita, ternyata ada suatu hal yang mengganggu mood saya dalam membaca. Sampe-sampe saya harus jeda beberapa jam untuk memperbaiki mood saya membaca. Ternyata mood seseorang itu dapat mempengaruhi mereka dalam membaca. Setelah mengembalikan mood, saya melanjutkan setengah ceritanya lagi.
Akhirnya saya dapat menyelesaikan novel pertama untuk saya baca. Seneng kegirangan saya dapat menyelesaikannya. Bukannya lebay atau berlebihan, pasalnya saya dapat melakukan kegiatan yang merupakan kebalikan dari pribadi saya. Dan saya mencatatnya pada; Sabtu, 11 Januari 2014 pukul 13:05 WIB, Banyumanik-Semarang Sukses membaca The Street Lawyer by John Grisham.
Setelah membaca novel ini, dapat dikatakan saya menarik kata-kata  yang berasumsi bahwa membaca itu sangat membosankan. Ternyata kalo kita membaca dengan menikmatinya, kita ga akan merasakan yang namanya bosan. Justru malah kebalikannya. Dengan membaca, kita bisa memaksimalkan imajinasi yang kita miliki untuk membayangkannya. Banyak kosakata-kosakata baru yang mungkin akan kalian temukan di dalamnya.membaca juga sebenarnya melatih kita untuk focus terhadap suatu hal. Dan masih banyak lagi yang akan kalian rasakan jika kalian membaca dengan benar-benar menikmatinya.
Terkadang kita harus melakukan suatu hal yang bukan merupakan kebiasaan kita. Karena sesungguhnya melakukan kebiasaan kita terus menerus justru akan menimbulkan kebosanan yang sangat. Mulailah melakuakan suatu hal yang di luar kebiasaan kalian. Jika perlu, lakukanlah kegiatan yang terbalik dengan pribadi diri kalian. Mungkin pada awalnya kalian sulit untuk menerimanya. Tapi lambat laut kalian akan dapat menyukainya. Dengan melakukan kegiatan terbalik, sebenarnya akan membuat kita mengetahui sesuatu dari segala sisi. Tidak terpaut pada satu sisi saja.
Satu prosedur yang dapat kalian lakukan terhadap suatu hal yang baru “ Membuk Hati – Mencoba Menyukai – Mencintai”

Lokasi:

Semarang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia

view large map

Total comment

Author

Unknown

0   komentar

Posting Komentar

Cancel Reply